Monday 14,October,2024
Saturday 28,July,2018
Dunia riset marketing sudah menjadi jiwa Rajiv Lamba. Pria kelahiran India, 1 Maret 1978 ini menggeluti seluk beluk riset pemasaran sudah 14 tahun lamanya. “Meski latar belakang pendidikan saya teknik, tapi passion saya bidang marketing research,” ujar ekspatriat berkebangsaan India tersebut.
Rajiv bercerita, setamat kuliah S1 Teknik Mesin di Punjab Engineering College, Chandigarh, India tahun 1999, sempat bekerja tiga bulan di Negeri Taj Mahal itu. Lalu, dia melanjutkan kuliah lagi Master in Business Administration di Xavier Institute of Management, Bhubaneswar, India tahun 2001-2004.
Atas ajakan koleganya saat kuliah MBA itulah, Rajiv akhirnya nekat merantau ke Indonesia pada 2004. “Awalnya saya bekerja di salah satu market research multinational company sebagai technical advisor. Saya bertugas men-set up proyek, menganalisa riset, presentasi untuk 15 klien kami,” ucap pria bertubuh ramping ini. Tahun 2005, ia dipercaya sebagai Kepala Divisi Insight Indonesia.
Dengan passion di dunia riset marketing, tak pelak karier Rajiv terus melesat. Tahun 2007, ia pun menjabat posisi direktur di sebuah perusahaan multinasional bidang market research lainnya selama 11 tahun dan berakhir pada tahun 2018, dengan posisi terakhir sebagai direktur pengelola.
Kemudian, tahun 2018 Rajiv kembali menjadi karyawan lagi di posisi eksekutif top. Ia bergabung dengan PT Neurosensum Technology International, perusahaan riset marketing yang berkantor pusat di Singapura. Sejatinya Neurosensum sudah resmi beroperasi pada Juli 2017 di Negeri Jiran itu, namun beroperasi komersial di Indonesia pada Februari 2018.
“Neurosensum adalah bagian dari Sensum Group. Jadi, ada dua anak perusahaaan Sensum Group, yakni Neurosensum yang menangani bisnis marketing research dan Aisensum yang mengelola bisnis Big Data,” kata Global Managing Director PT Neurosensum Technology International, itu.
Mengapa pindah ke Neurosensum? “Di Neurosensum, kami menggabungkan riset dan teknologi. Ini bedanya dengan perusahaan riset marketing lain. Perusahaan marketing research berbasis Neuroscience dan Artificial Intelligence (AI) menggunakan metode baru dengan perangkat biometrik untuk memperoleh respons implisit dari konsumen,” kata Rajiv mengklaim.
Rajiv mengungkapkan, untuk melakukan survei pasar terhadap iklan, produk atau kemasan, Neurosensum menggunakan perangkat EEG (electroencephalogram), eye tracker, virtual reality (VR) dan facial coding.
Melalui pendekatan Neuroscience, pemilik brand dapat memperoleh informasi yang akurat dari pikiran bawah sadar konsumen. “Neurosensum berinovasi di industri riset yang saat ini masih banyak mengandalkan claim-based research menjadi subconscious-based. Masa depan dari market research adalah bisa membaca pikiran konsumen tanpa perlu bertanya,” ia menguraikan.
Keandalan pendekatan Neuroscience itu mampu memukau klien. Buktinya, belum genap setahun di Indonesia, Neurosensum berhasil menggaet 25 perusahaan dengan 50 proyek. “Ini di luar dugaan kami yang waktu itu hanya menargetkan sekitar 10 klien saja sudah bagus,” katanya. Adapun sektor industri yang menajdi klien Neurosensum antara lain perbankan, consumer goods, e-commerce dan lainnya.
Ke depan, Rajiv optimistis bisnis Neurosensum terus bersinar dengan catatan inovasi tiada henti. Apalagi, prospeknya juga masih terbuka lebar dengan adanya potensi sekitar 400-an perusahan publik dan ribuan UKM (smalll medium enterprise).
Untuk, menangkap peluang pasar itu, Rajiv pun getol mencetak sumber daya manusia yang jempolan. Makanya, ia terjun langsung untuk memberikan training ke karyawan Neurosensum yang saat ini ada 36 orang, rinciannya 29 orang di Indonesia dan 7 orang di India. “Setiap Jum’at saya mewajibkan semua karyawan mengikuti training yang saya ajarkan sekitar 1-2 jam,” ujarnya tentang gaya leadership mentoring yang ia terapkan.
Selain mendidik karyawan dengan skill yang bagus, Rajiv pun menerapkan jam kerja fleksibel ke bawahan. Maklum, mayoritas karyawannya adalah generasi milenial yang tidak mau terikat jam kerja. Dan, ia berusaha membangun lingkungan kerja yang menyenangkan agar mereka betah bekerja. “Tapi, saya juga tidak melarang jika ada karyawan resign, terus bikin perusahaan marketing research sendiri,” katanya.
Ya, selama 14 tahun di Indonesia, masa itulah ia mendedikasikan diri untuk dunia riset marketing. Belasan tahun di Indonesia, ia pun jatuh cinta dengan negara kita. “Boleh dibilang Indonesia adalah rumah pertama saya. Bukan rumah kedua lagi. Karena saya menyukai Indonesia dengan keramahtamahan orangnya, makanannya, dan dunia bisnis di sini sangat prospektif,” jelasnya dengan sungguh-sungguh.
Tak heran, Rajiv pun enggan pulang kampung dalam waktu dekat. “Belum terpikirkan balik ke India. Di sana penduduknya empat kali lipat dari Indonesia, sehingga persaingan dunia kerja dan ekonomi sangat ketat,” ia menegaskan. Bahkan, kalau liburan pun, ia dan putri tunggalnya bersama isteri suka jalan-jalan ke Bali.
Kendati Rajiv sosok pekerja keras, tapi ia selalu menyisihkan waktu untuk refreshing. Contohnya, kegiatan olahraga dua jam sehari mulai jam 06.00 – 08.00 WIB. Olah raganya mulai jogging, tenis, kriket, bersepeda dan renang. “Selain olah raga, saya juga hobi suka makanan Indonesia, seperti rendang, ikan bakar dan nasi goreng,” ungkapnya.
www.swa.co.id
Monday 14,October,2024
Monday 15,April,2024
Monday 15,April,2024
Thursday 4,April,2024
Friday 15,December,2023