Monday 14,October,2024
Wednesday 9,May,2018
Liputan6.com, Jakarta – Saat ini pola perilaku konsumen di Indonesia telah berubah. Mereka mengutamakan atau mementingkan pengalaman saat menggunakan produk dan jasa.
Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya konsumsi di kategori fast moving consumer goods (FMCG).
BACA JUGA:
Honest Card Ajak Orang Indonesia Bijak Kelola Keuangan di Bulan Ramadan
Demikian hasil riset dari Neurosensum, perusahaan riset pasar berbasis teknologi neuroscience dan artificial intelligence (AI), tentang perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia bertajuk “Memahami Tren Konsumen Masa Kini.”
Perubahan perilaku konsumen ini mendorong kenaikan di sektor lain yang mengutamakan pengalaman, seperti produk elektronik dan data seluler.
Sebagai contoh, melalui smartphone Konsumen bisa berbagi pengalaman dan momen penting dalam hidup mereka di Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya.
“Pengeluaran di kategori smartphone naik 21 persen (1,2 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir, sedangkan untuk pengeluaran produk di kategori gadget dan elektronik meningkat 50 persen (1,5 kali lipat) dalam 2 tahun terakhir,” kata Rajiv Lamba, Managing Director Neurosensum, Selasa (8/5/2018) di Hotel Westin, Jakarta.
Berkembangnya keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru dan adanya kebutuhan untuk berbagi melalui media sosial telah memicu pertumbuhan penggunaan data internet.
Rajiv mengungkap, rata-rata konsumen menghabiskan lebih dari 5 jam di media sosial. Pangsa pasar untuk kategori data seluler dan broadband naik hampir 2 kali lipat dalam 2 tahun terakhir.
Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Riset ini juga memperlihatkan perusahaan FMCG saat ini mengalami ancaman ganda. Di satu sisi, konsumen menurunkan jumlah konsumsi kategori FMCG atau berpindah ke merek FMCG lain yang lebih terjangkau (downgrading) karena adanya pergeseran dari perilaku konsumen ke ekonomi berbasis pengalaman.
“Di sisi lainnya, perusahaan FMCG juga menghadapi tantangan dengan kemunculan berbagai merek lokal yang mengambil pangsa pasar dari merek-merek lama yang sudah mapan di pasaran,” ujar Rajiv memaparkan.
Riset ini menunjukkan bahwa konsumen bersedia untuk membeli merek baru ketika ada penawaran unik atau pengalaman berbeda yang saat ini tidak atau belum bisa diberikan oleh merek-merek terkemuka.
Salah satu temuan penting dari riset ini adalah munculnya pola konsumsi yang berbeda pada Gen Z (yaitu mereka yang lahir setelah 1996).
Ketika saat ini perusahaan tradisional lebih memfokuskan diri pada generasi Millenials, untuk kedepannya, mereka harus menargetkan Gen Z sebagai focus utama untuk bisa mencapai pertumbuhan. Gen Z yang ada saat ini akan menjadi pengganti generasi millennium di masa depan.
BACA JUGA:
Studi: Orang Indonesia Suka Bersih-Bersih Rumah hingga Servis Kendaraan saat Ramadan
Gen Z Tumbuh Pesat
“Konsumen Gen Z tumbuh pesat, baik dari sisi jumlah dan daya beli yang mereka miliki. Sayangnya, banyak perusahaan tradisional saat ini ditinggalkan oleh Gen Z karena pesan yang disampaikan sudah ketinggalan zaman dan penawaran yang diberikan tidak lagi relevan,” kata Rajiv menambahkan.
Menurut Rajiv, Gen Z cenderung mengalokasikan pengeluarannya untuk mendapatkan pengalaman makan di luar, internet dan data seluler, kesehatan dan kebugaran, serta rekreasi.
”Riset yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen semakin cerdas dalam menentukan pilihan. Mereka menjadi semakin sadar akan kesehatan, dan mereka menginginkan pengalaman yang lebih dari merek dan produk yang mereka gunakan,” tutupnya.
Dengan demikian, penting bagi perusahaan untuk beralih dari komunikasi satu arah menjadi komunikasi dua arah yang lebih menarik bagi konsumen.
(Isk/Jek)
Monday 14,October,2024
Monday 15,April,2024
Monday 15,April,2024
Thursday 4,April,2024
Friday 15,December,2023